Sabtu, 08 November 2014

ZPT

Perkecambahan Dan Pertumbuhan Benih Muda Kedelai (Glycine max (L.) Merill) Pada Berbagai Kombinasi Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh
 
Mubayyinul Haq1, Teguh Wijayanto2, Norma Arif2

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
2. Dosen Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.

ABSTRAK

MUBAYYINUL HAQ (D1B1 09 037). Perkecambahan dan pertumbuhan benih muda kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada berbagai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh (dibimbing oleh TEGUH WIJAYANTO sebagai pembimbing I dan NORMA ARIF sebagai pembimbing II).
                Program pemuliaan tanaman dalam menghasilkan benih kedelai unggul terkendala pada lamanya fase generatif tanaman kedelai. Salah satu solusinya yakni dengan memperpendek siklus pemuliaan kedelai dengan cara menumbuhkan benih kedelai yang masih muda.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi unit In Vitro pada bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Tujuan penelitian yakni, untuk mendapatkan kombinasi konsentrasi ZPT terbaik. Percobaan  ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT (H) terdiri dari 12 taraf yaitu Tanpa ZPT (H0), GA3 1 ppm (H1), BA 0,5 ppm (H2), BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H3), IBA 0,5 ppm (H4), IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm (H6), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H7), IBA 1 ppm (H8), IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm (H10), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11). Setiap percobaan diulang sebanyak 3 kali. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT α = 0,05.
                Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap variabel daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, dan jumlah daun namun berpengaruh sangat nyata terhadap panjang hipokotil dan tinggi bibit. Perlakuan terbaik untuk variabel daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, tinggi bibit dan jumlah daun bibit yakni H5. Perlakuan terbaik untuk variabel panjang hipokotil yakni H6.

Kata kunci: siklus pemuliaan, benih muda kedelai, ZPT.



PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BENIH MUDA KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) PADA BERBAGAI KOMBINASI KONSENTRASI
ZAT PENGATUR TUMBUH

KARYA ILMIAH

Oleh:
MUBAYYINUL HAQ
NIM. D1B1 09 037






PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2014



Perkecambahan Dan Pertumbuhan Benih Muda Kedelai (Glycine
max (L.) Merill) Pada Berbagai Kombinasi
Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh

Germination And Growth of Immature Seeds of Soybean (Glycine max
(L.) Merill) Under Different Concentration
of Plant Growth Hormones


Oleh:

MUBAYYINUL HAQ
NIM. D1B1 09 037







Menyetujui ;

Pembimbing I                                                                          Pembimbing II


Dr. Ir. Teguh Wijayanto, M.Sc                                               Dr. Ir. Norma Arif, M.P
NIP. 19690203 199303 1 003                                                            NIP. 19631118 200112 2 002









Perkecambahan Dan Pertumbuhan Benih Muda Kedelai (Glycine max (L.) Merill) Pada Berbagai Kombinasi Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh

Germination And Growth of Immature Seeds of Soybean (Glycine max (L.) Merill) Under Different Concentration of Plant Growth Hormones

Mubayyinul Haq1, Teguh Wijayanto2, Norma Arif2

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
2. Dosen Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.

ABSTRAK

MUBAYYINUL HAQ (D1B1 09 037). Perkecambahan dan pertumbuhan benih muda kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada berbagai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh (dibimbing oleh TEGUH WIJAYANTO sebagai pembimbing I dan NORMA ARIF sebagai pembimbing II).
                Program pemuliaan tanaman dalam menghasilkan benih kedelai unggul terkendala pada lamanya fase generatif tanaman kedelai. Salah satu solusinya yakni dengan memperpendek siklus pemuliaan kedelai dengan cara menumbuhkan benih kedelai yang masih muda.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi unit In Vitro pada bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Tujuan penelitian yakni, untuk mendapatkan kombinasi konsentrasi ZPT terbaik. Percobaan  ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT (H) terdiri dari 12 taraf yaitu Tanpa ZPT (H0), GA3 1 ppm (H1), BA 0,5 ppm (H2), BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H3), IBA 0,5 ppm (H4), IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm (H6), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H7), IBA 1 ppm (H8), IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm (H10), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11). Setiap percobaan diulang sebanyak 3 kali. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT α = 0,05.
                Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap variabel daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, dan jumlah daun namun berpengaruh sangat nyata terhadap panjang hipokotil dan tinggi bibit. Perlakuan terbaik untuk variabel daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, tinggi bibit dan jumlah daun bibit yakni H5. Perlakuan terbaik untuk variabel panjang hipokotil yakni H6.

Kata kunci: siklus pemuliaan, benih muda kedelai, ZPT.
















ABSTRACT

MUBAYYINUL HAQ (D1B1 09 037). Germination And Growth of Immature Seeds of Soybean (Glycine max (L.) Merill) under Different Concentration of Plant Growth Hormones (under supervision of TEGUH WIJAYANTO as supervisior and NORMA ARIF as co-supervisior).

                Soybean breeding programs to produce superior seeds have been hindered by a lengthy period of generative phase. One of the alternative solutions for the problem is by shortening the breeding cycle of soybean through growing immature seeds.
                This research was carried out from November 2013 to January 2014. The objectives of the research were to find the best concentration of plant growth hormone. The Experiment used completely randomized design with treatment of plant growth hormone concentration (H), consisted of 12 levels: without ZPT (H0), GA3 1 ppm (H1), BA 0,5 ppm (H2), BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H3), IBA 0,5 ppm (H4), IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm (H6), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H7), IBA 1 ppm (H8), IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm (H10), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11). Each treatment level was repeated 3 times. The experiment data were analyzed using analysis of variance method and followed by Duncan Multiple Range Test at α = 0,05.
                The research results showed that the treatment of hormone consentration had no significant effect on germination rate, growth rate, vigor index and leaf number, but had significant effect on hypocotile length and seedling height. The best treatment for germination rate, growth rate, vigor index, seedling height and leaf number was H5. The best treatment for hypocotile length was H6.

Keywords: breeding cycle, immature seed of soybean and plant growth hormone


PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max (L) Merril) merupakan komoditas pertanian yang sangat penting, karena memiliki multi guna. Kedelai digunakan sebagai bahan baku agroindustri seperti tempe, tahu, tauco, kecap, susu kedelai dan untuk keperluan industri pakan ternak.
Produksi kedelai di Indonesia terus mengalami penurunan hingga saat ini. Tercatat tahun 1992 produksi kedelai mencapai 1.869.713 ton, jumlah itu terus mengalami penurunan hingga tahun 2011 yang hanya sebesar 851.286 ton dan tahun 2012 hanya sebesar 779.741 ton (Suara Pembaruan, 2012). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dilakukan perbaikan terhadap tanaman kedelai Indonesia baik secara kuantitas maupun kualitas.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh para pemulia tanaman untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menghasilkan benih-benih unggul. Namun, dalam menghasilkan benih-benih unggul para pemulia dihadapkan pada beberapa permasalahan, yang salah satunya adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk periode perbanyakan atau siklus pemuliaan berikutnya. Siklus reproduktif tanaman kedelai membutuhkan waktu lebih dari 50% dari keseluruhan siklus hidup tanaman (Roumet and Morin, 1997). Hal ini dikarenakan lamanya periode pematangan (fase generatif) pada benih yakni, mulai berbunga rata-rata umur 35 hari dan baru matang rata-rata umur 90 hari, sehingga dengan kata lain fase generatifnya sekitar 55 hari (Purnawati dan Hidajat, 1994).
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Untuk itu, diperlukan suatu metode untuk mengecambahkan benih kedelai yang masih muda. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian zat pengatur tumbuh yang pada komposisi tertentu diharapkan mampu mempercepat perkecambahan benih dari banyak jenis tumbuhan (Dwidjoseputro, 1992).
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kombinasi konsentrasi ZPT yang terbaik untuk meng  perkecambahan dan pertumbuhan benih muda kedelai.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan  di Laboratorium Agroteknologi unit In Vitro Fakultas Pertanian dari bulan November 2013 hingga Januari 2014.
Bahan yang digunakan adalah benih muda kedelai varietas Argomulyo (umur 21 hari setelah berbunga), aquades, tisu, spiritus, alkohol, kapas, IBA, BA, GA3, sekam padi, pupuk kandang, pupuk NPK, sodium hypoclorite 2.5%, Tween 20, dan parafilm.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, petri dish, pinset, pisau, mistar, mikro pipet, alat tulis, autoclave, laminar air flow cabinet, kulkas, timbangan analitik, gelas kimia, botol schoot dan Erlenmeyer.
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penggunaan kombinasi konsentrasi ZPT (H) yang terdiri atas 12 taraf perlakuan zat pengatur tumbuh yakni sebagai berikut:
1.    Tanpa ZPT (H0)
2.    GA3 1 ppm (H1)
3.    BA 0,5 ppm (H2)
4.    BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H3)
5.    IBA 0,5 ppm (H4)
6.    IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5)
7.    IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm (H6)
8.    IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H7)
9.    IBA 1 ppm (H8)
10.    IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9)
11.    IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm (H10)
12.    IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11)
Setiap percobaan masing-masing diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 36 unit percobaan dimana setiap unit percobaan cawan petri ditanami 5 benih muda kedelai.
Variabel yang diamati yaitu, daya berkecambah (%), indeks vigor (%), kecepatan tumbuh (%/hari), panjang hipokotil (cm), keberhasilan bibit hidup (%), tinggi bibit (cm), dan jumlah daun (helai).


HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
Sidik ragam direkapitulasi pada tabel 1 menunjukkan adanya pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap perkecambahan dan pertumbuhan benih muda kedelai (Glycine max (L.) Merill).
Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam   perkecambahan benih muda dan pertumbuhan bibit kedelai pada berbagai kombinasi konsentrasi ZPT
No.
Variabel Pengamatan
ZPT (H)

1.
Daya berkecambah (DB)
tn
2.
Indeks vigor (IV)
tn
3.
Kecepatan tumbuh (kcT)
tn
4.
Panjang hipokotil
**
5.
Keberhasilan bibit hidup


1 MSA
**

2 MSA
tn
6.
Tinggi bibit


1 MSA
**

2 MSA
*
7.
Jumlah daun bibit


1 MSA
tn

2 MSA
*
Ket: **  =  berpengaruh sangat nyata
         *   =  berpengaruh nyata
         tn  =  berpengaruh tidak nyata

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan ZPT berpengaruh sangat nyata hanya pada variabel pengamatan panjang hipokotil, keberhasilan bibit hidup dan tinggi bibit umur 1 MSA serta berpengaruh nyata terhadap dan tinggi bibit dan jumlah daun umur 2 MSA.
1. Pengamatan Perkecambahan Benih Muda
a. Daya Berkecambah (DB)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh tidak nyata. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap daya berkecambah benih muda kedelai dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata persentase daya berkecambah benih muda kedelai pada perlakuan ZPT meningkatkan rata-rata persentase daya berkecambah sebesar 52,50% dibandingkan dengan kontrol yang hanya 51,11%. Persentase daya berkecambah tertinggi diperoleh pada kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan nilai 86,67
Tabel 2. Nilai rata-rata daya berkecambah benih muda kedelai (DB) pada berbagai kombinasi konsentrasi ZPT (%)
Perlakuan

DMRT 0,05
H0
53,33 cde
2=12,17
H1
64,44 bc
3=12,80
H2
62,22 bcd
4=13,21
H3
64,44 bc
5=13,51
H4
73,33 b
6=13,74
H5
86,67 a
7=13,92
H6
68,89 b
8=14,07
H7
44,44 e
9=14,20
H8
48,89 de
10=14,30
H9
60,00 bcd
11=14,39
H10
62,22 bcd
12=14,47
H11
42,22 e

Rerata
60,93

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (abcde) berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Daya berkecambah terendah pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm  (H7) dan IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm  (H11).
b. Indeks Vigor (IV)
Hasil analisis ragam menunjukkan kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap indeks vigor benih muda kedelai. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap indeks vigor benih muda kedelai dapat dilihat pada tabel 3.
Dari tabel 3 terlihat bahwa pemberian perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT juga meningkatkan rata-rata persentase indeks vigor sebanyak 43,06% dibandingkan dengan kontrol yang hanya 41,11%. Persentase indeks vigor benih muda tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan nilai rata-rata indeks vigor 80%.
Persentase indeks vigor terendah pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT BA 1 ppm (H8) dan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11) dengan nilai indeks vigor hanya 26,67% dan 28,89%.
Tabel 3. Nilai rata-rata indeks vigor benih muda kedelai (IV) pada berbagai kombinasi konsentrasi ZPT (%)
Perlakuan
DMRT 0,05
H0
44,45 cd
2=15,57
H1
51,11 bc
3=15,85
H2
62,22 b
4=16,36
H3
51,11 bc
5=16,73
H4
64,44 ab
6=17,52
H5
80,00 a
7=17,24
H6
53,33 bc
8=17,43
H7
44,44 cd
9=17,58
H8
26,67 d
10=17,71
H9
51,11 bc
11=17,82
H10
51,11 bc
12=1792
H11
28,89 d

Rerata
50,74

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (abcd) berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
c. Kecepatan Tumbuh (KcT)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap kecepatan tumbuh benih muda kedelai. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap kecepatan tumbuh benih muda kedelai dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh benih muda rata-rata pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT meningkatkan rata-rata persentase kecepatan tumbuh sebanyak 7,50%/hari dibandingkan dengan kontrol yang hanya 7,30%/hari.
Persentase kecepatan tumbuh benih muda tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan nilai 12,39%/hari
Persentase kecepatan tumbuh benih muda terendah pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H7), IBA 1 ppm (H8), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm dan tanpa ZPT (kontrol).

Tabel 4. Nilai rata-rata kecepatan tumbuh benih muda kedelai (KcT) pada berbagai kombinasi konsentrasi ZPT (%/hari)
Perlakuan
DMRT 0,05
H0
7,62 c
2=1,74
H1
9,21 bc
3=1,83
H2
8,89 bc
4=1,89
H3
9,21 bc
5=1,93
H4
10,48 b
6=1,46
H5
12,39 a
7=1,99
H6
9,84 b
8=2,01
H7
6,35 c
9=2,03
H8
6,99 c
10=2,04
H9
8,57 bc
11=2,06
H10
8,89 bc
12=2,07
H11
6,03 c

Rerata
8,70

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (abc) berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
d. Panjang Hipokotil
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap variabel panjang hipokotil. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap panjang hipokotil dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan ZPT meningkatkan rata-rata panjang hipokotil sebanyak 2,51 cm dibandingkan dengan kontrol yang hanya 1,56 cm. Rata-rata panjang hipokotil benih muda terpanjang pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm (H6) dengan nilai 2,92 cm, Nilai rata-rata panjang hipokotil benih muda terendah pada kombinasi konsentrasi ZPT IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9).
Tabel 5. Nilai rata-rata panjang hipokotil benih muda kedelai pada berbagai kombinasi konsentrasi ZPT (cm)
Perlakuan
DMRT 0,05
H0
3,99 bc
2=0,401
H1
3,67 bc
3=0,422
H2
3,30 c
4=0,436
H3
4,09 bc
5=0,446
H4
5,31 b
6=0,453
H5
6,37 ab
7=0,459
H6
8,56 a
8=0,464
H7
6,01 ab
9=0,468
H8
2,77 c
10=0,472
H9
1,53 d
11=0,475
H10
6,46 ab
12=0,477
H11
2,90 c

Rerata
2,20

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (abcd) berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%. Data merupakan hasil transformasi akar kuadrat .
2. Pengamatan Pertumbuhan Bibit
a. Aklimatisasi
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan awal kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata pada pengamatan umur 1 MSA terhadap persentase keberhasilan aklimatisasi namun berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 2 MSA. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap persentase aklimatisasi bibit kedelai dapat dilihat pada gambar 1.


Gambar 1. Diagram kurva persentase jumlah bibit hidup pada tahap aklimatisasi

Berdasarkan gambar 1 terlihat bahwa rata-rata persentase keberhasilan aklimatisasi pada pengamatan 1 MSA tampak bahwa perlakuan awal kombinasi konsentrasi ZPT nilai rata-rata persentase keberhasilan aklimatisasi pada pengamatan  1 MSA yakni sebesar 3,43%. dipengamatan  2 MSA terjadi penurunan nilai rata-rata persentase keberhasilan aklimatisasi menjadi 2,57%. Data rata-rata persentase bibit kedelai yang hidup hingga pada umur 2 MSA dengan nilai tertinggi tampak pada perlakuan IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5). Nilai rata-rata persentase bibit kedelai yang hidup terendah hingga 2 MSA terdapat pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9) dengan nilai 1,71% sedangkan perlakuan H0, H7, H10 dan H11 seluruh bibitnya mengalami kematian.
b. Tinggi Bibit
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan awal kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bibit kedelai pada tahap aklimatisasi pada medium tanam sekam padi. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap tinggi bibit kedelai dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan rata-rata tinggi bibit dimana pada pengamatan 1 MSA tampak bahwa perlakuan awal media tanam dan kombinasi konsentrasi ZPT nilai rata-rata tinggi bibitnya sebesar 3,67 cm. Namun pada pengamatan 2 MSA terjadi penurunan nilai rata-rata tinggi bibit menjadi 1,63 cm.


Gambar 2. Diagram kurva rata-rata tinggi bibit pada tahap aklimatisasi

Pemberian perlakuan ZPT meningkatkan rata-rata tinggi bibit pada pengamatan 1 MSA sebanyak 6,56 cm dibandingkan dengan kontrol yang hanya 1,56 cm namun pada 2 MSA mengalami penurunan rata-rata hingga 2,14 cm. Data rata-rata tinggi bibit kedelai dengan nilai tertinggi hingga pengamataan 2 MSA pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan nilai rata-rata 2,84 cm. Nilai rata-rata tinggi bibit kedelai terendah hingga pada 2 MSA tampak pada perlakuan H4, H9, H0, H1, H2, H5, dan H10, dengan nilai rata-rata hanya 0,73 cm, 1,14 cm, 1,12 cm, 1,05 cm, 0,90 cm, dan 0,89 cm.
c. Jumlah Daun
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan awal kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun bibit kedelai. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap jumlah daun bibit kedelai dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan rata-rata jumlah daun bibit dimana pada pengamatan  1 MSA tampak bahwa perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT nilai rata-rata jumlah daun bibitnya sebesar yakni 0,84 helai namun mengalami penurunan nilai rata-rata jumlah daun bibit pada pengamatan  2 MSA menjadi 0,82 helai.

Gambar 3. Diagram kurva rata-rata jumlah daun bibit pada tahap aklimatisasi

Data rata-rata jumlah daun bibit kedelai dengan nilai tertinggi hingga pengamatan 2 MSA pada kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5). Pada pengamatan 2 MSA seluruh bibit pada perlakuan H3, H4, H6, H7, H8, H9, H11, H1, H2, H5, H7, H8, dan H10 sudah tidak memiliki daun dan bahkan mengalami kematian.
B. Pembahasan
            Hasil pengamatan pada tabel 2, 3 dan 4 menunjukkan bahwa dengan perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT selain terjadi peningkatan daya kecambah juga terjadi percepatan waktu kecambah dan persentase indeks vigor benih meningkat. Daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KcT), dan indeks vigor (IV) tertinggi masing masing diperoleh pada kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5).
Benih yang dikecambahkan pada media kapas menunjukkan jumlah kecambah normal yang banyak hal tersebut disebabkan karena kapas yang dijadikan medium tanam mengandung serat yang sebagian besar tersusun atas selulosa sehingga sifat-sifat kimia kapas sama dengan sifat kimia selulosa. Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa dalam serat. Serat kapas memiliki sifat yang lentur, lembut, serta mudah menyerap dan menyimpan air (Imam, 2012). Diduga sifat serat kapaslah yang menyebabkan benih kedelai yang dapat tumbuh lebih merata. Adanya air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberelin meningkat (Naiola B. Paul dan N. Nurhidayat, 2009), Secara sinergis, pengaktifan giberelin pada suatu jaringan juga diiringi oleh aktifnya auksin dan sitokinin. Keberadaan auksin pada sel menyebabkan semakin meningkatnya permeabilitas sel terhadap air sehingga tekanan dinding sel menurun dimana hal tersebut menyebabkan dinding sel melunak yang ditandai dengan pecahnya kulit benih sehingga air dapat masuk kedalam sel yang menyebabkan bertambahnya volume sel, yang menyebabkan terjadinya proses perkecambahan (Paramartha, 2012).
Nilai indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih yang tinggi mengindikasikan waktu yang diperlukan benih untuk tumbuh serempak selama proses perkecambahan. Semakin  cepat waktu yang dibutuhkan maka kemampuan benih untuk tumbuh menjadi  tanaman dewasa semakin baik sehingga dapat diduga potensi hasil yang akan diperoleh juga lebih tinggi (Andhy dkk, 2011).
Selain itu adanya pemberian ZPT yang dalam kadar sangat kecil dapat mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan. ZPT sangat besar peranannya di dalam mengarahkan pertumbuhan sel tanaman. Kombinasi zat pengatur tumbuh dengan kombinasi konsentrasi yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan sel yang optimal (Wattimena, 1992).
Pemberian berbagai kombinasi konsentrasi ZPT memberikan pengaruh yang tidak nyata diduga terjadi karena pemberian kombinasi konsentrasi ZPT yang kurang tepat dimana jumlah kombinasi konsentrasi ZPT yang diberikan masih belum optimal untuk memacu perkecambahan pada benih yang masih muda. Diduga hal ini disebabkan karena ZPT endogen yang terdapat pada benih yang masih muda masih sangat sedikit, sehingga memerlukan input ZPT eksogen yang lebih banyak dibanding benih yang sudah matang secara fisiologis.
Pada variabel pengamatan panjang hipokotil terhadap perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT dimana perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap panjang hipokotil. Hal ini mengindikasikan bahwa ZPT mempunyai peran dalam memacu pertumbuhan hipokotil.
Pemberian ZPT akan mengalami pertumbuhan awal yang kondisi embrio didalamnya membutuhkan enzim yang diaktivasi oleh giberelin didalam benih tersebut. Aktifnya giberelin pada biji juga diikuti oleh aktinya auksin dan sitokinin, aktivitas tersebut menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel (Salisbury dan Ross, 1995). Semetara itu sitokinin memacu pembelahan sel benih dimana ketika rasio antara auksin dan sitokinin cenderung akan tumbuh sel-sel meristem yang terus membelah dan berkembang membentuk organ tumbuh (Campbell, 2002). Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata nilai panjang hipokotil tertinggi terdapat pada perlakuan H9 dan H6 yang dimana kedua perlakuan ini mendapat auksin yang berfungsi untuk pemanjangan sel (Ilyas, 2005), sehingga menyebabkan hipokotil tumbuh menjadi lebih panjang.
Gambar 1 menunjukkan dinamika persentase jumlah bibit yang hidup pada tahap aklimatisasi pada tiap umur pengamatan. Berdasarkan grafik diatas nampak bahwa jumlah bibit yang hidup pada umur 1 MSA tertinggi terdapat pada perlakuan H2, H7, H4, H5, H3 dan H4 namun jumlah tersebut mengalami penurunan pada umur 2 MSA, sedangkan grafik perlakuan H0 mengalami penurunan jumlah bibit yang hidup hingga pada umur pengamatan 2 MSA seluruh bibitnya mengalami kematian. Adapun perlakuan  H7, H10 dan H11 seluruh bibitnya mengalami kematian sejak umur pengamatan 1 MSA. Hal tersebut menandakan bahwa sulitnya benih yang masih belum matang secara fisiologis untuk dapat tumbuh. Hal tersebut diduga disebabkan karena perbedaan ukuran bibit dimana bibit yang besar berpeluang  tumbuh  dengan baik dan sehat (Damayanti dkk., 2007). Faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan aklimatisasi adalah perakaran. Akar yang makin banyak dan panjang akan meningkatkan bidang serapan hara (Lestari dkk., 1999). Jangkauan akar yang luas dapat memenuhi kebutuhan air secara cepat sebagai salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan aklimatisasi adalah perakaran. Akar yang makin banyak dan panjang akan meningkatkan bidang serapan hara (Lestari dkk., 1999).
Data pengamatan menunjukkan rata-rata jumlah tanaman yang hidup pada tahap aklimatisasi, dimana tanaman yang masih hidup hingga memasuki fase generatif pada umur 5 MSA hanya tanaman dari perlakuan M1H2 dan M1H5 yakni mulai fase pembungaan hingga menghasilkan polong dengan jumlah hanya 3 buah pertanaman. Diduga penyebab terjadinya hal tersebut adalah lamanya transplanting kemedia aklimatisasi dan adanya perbedaan sumber polong dimana polong yang duluan terbentuk benihnya lebih matang dibanding yang tumbuh setelahnya. Hal ini menandakan bahwa hasil yang dicapai belum memenuhi harapan.
Gambar 2 menunjukkan adanya respon variabel tinggi bibit dengan nilai tertinggi terhadap perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT yakni pada perlakuan ZPT IBA 0,5 + GA3 1 ppm (H5) dengan tinggi rata-rata 10,66 cm. Hal ini diduga disebabkan karena respon yang baik dari kombinasi ZPT auksin dan giberelin dimana auksin dapat merangsang pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel sehingga memacu bertambahnya tinggi tanaman, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Umi (2013), yang menunjukkan bahwa auksin berpengaruh terhadap pertumbuhan batang dan akar tanaman kacang kapri. Kecambah yang diberi perlakuan auksin menunjukkan pertambahan tinggi yang lebih besar dari tanaman kontrol. Tempat sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung. Auksin yang diproduksi di tunas ujung tersebut diangkut ke bagian bawah dan berfungsi mendorong pemanjangan sel batang. Penambahan giberelin juga berfungsi meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan giberelin merangsang pertumbuhan batang tanaman. Sesuai dengan pernyataan Prawiranata, dkk. (1981) dalam Puspitasari (2008), GA3 termasuk dalam kelompok giberelin yang berfungsi dalam memacu pertumbuhan batang, meningkatkan pembesaran dan perbanyakan sel pada  tanaman, sehingga tanaman dapat mencapai tinggi yang maksimal. Dengan perlakuan GA3, maka pertumbuhan tinggi tanaman A.hookeri menjadi lebih cepat.
Pada variabel jumlah daun sebagaimana yang tampak pada gambar 5 menunjukkan bahwa respon tertinggi yang diberikan terhadap variabel rata-rata jumlah daun terdapat pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan rata-rata jumlah daun 1,14, hal ini diduga terjadi karena ZPT BA dapat memacu  terjadinya proses fotosintesis karena pengaruhnya dalam memacu peningkatan produksi klorofil. Dengan peningkatan produksi klorofil akan mengakibatkan proses fotosintesis juga meningkat sehingga akan terbentuk senyawa organik seperti karbohidrat untuk proses pembentukan daun (Puspitasari, 2008).
Menurut Prawiranata dkk (1981) dalam Puspitasari (2008), sitokinin mampu merangsang terjadinya proses sitokinesis pada sel dan mempunyai peranan dalam sintesis protein. Sitokinin mempunyai hubungan dengan adenin yaitu basa purin yang terdapat pada DNA dan RNA. Sitokinin juga dapat mencegah timbulnya daun yang menguning pada waktu daun menua. Daun yang tua akan menjadi menguning  karena perombakan klorofil, tetapi sitokinin mampu mengaktifkan sejumlah  proses metabolisme pada tempat yang diberi perlakuan dan mencegah terombaknya klorofil.
ZPT dalam mempengaruhi proses perkecambahan dan pertumbuhan tidak bekerja sendiri-sendiri, pada umumnya keseimbangan kombinasi konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol proses tersebut (Siagian, 2011). Hal inilah yang diduga menyebabkan berbagai perbedaan respon perkecambahan dan pertumbuhan benih muda kedelai terhadap kombinasi beberapa ZPT.
KESIMPULAN
            Berdasarkan data dan uraian pada hasil dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap pengamatan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, tinggi bibit dan persentase keberhasilan aklimatisasi, dengan perlakuan terbaik yakni IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5).
DAFTAR PUSTAKA
Abdi. 2008. Dormansi pada benih tanaman pangan dan cara praktis membangkitkannya. Diakses dari http://www.tanindo.com /abdi5/hal0401.htm. pada  tanggal 11 Oktober 2013
Adisarwanto, 2008. Budidaya kedelai Tropika “Upaya Peningkatan Produksi dan Produktifitas dengan Menggunakan Varietas Unggul serta Waktu dan Lokasi yang Tepat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Andhy, T. C., A. Purwantoro, dan P. Yudono, 2011. Studi aspek fisiologis dan biokimia perkecambahan benih jagung (Zea mays L.) Pada umur penyimpanan benih yang berbeda. Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Asadi, DM. Arsyad, H. Zahara, dan Darmijati, 2008.  Pemuliaan Kedelai untuk Toleran Naungan dan Tumpangsari. BULETIN AgroBio, Volume 1 Nomor 2.
Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2004. Pengujian  Mutu  Benih Tanaman  Pangan  dan  Hortikultura.  Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. 255 Hal.
BATAN, 2010. Kedelai varietas unggul baru hasil pemuliaan mutasi radiasi. http://www.warintek.ristek.go.id/nuklir/kedelai.pdf. akses tanggal 11 Oktober 2013
Cahyadi , W., 2007. Kedelai (Khasiat dan teknologi). Bumi Aksara. Jakarta.
Campbell, Neil A. 2002. Biologi Jilid 2. Erlangga : Jakarta
Chang, S.T. 1982b. Cultivation of Volvariella mushroom in SoutheastAsia, him. 221-256. Di dalam ST. Chang & T.H. Quinio ed., Tropical Mushroom. Hongkong: The Chinese University Prass.
Croser, J., M.C. Castello dan K. Edwards, 2010. Lupin immature seed culture for generation acceleration. CLIMA report.
Damayanti, D., Sudarsono, I. Mariska, dan M. Herman. 2007. Regenerasi pepaya melalui kultur  in vitro. J. AgroBiogen 3(2): 49−54.
Darsan, Stefany. 2013. Peningkatan Viabilitas Dan Vigor Benih Padi Sawah (Oryza Sativa L) Dengan Teknik Biomatriconditioning. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari
Dwidjoseputro. 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta.
Elisa, 2009. Dormansi. Diakses dari http:// www. elisa.ugm.ac.id/files /yeni_wn_ratna/6L4WiASR/IIIdormansi.doc. pada tanggal 28 Desember 2013.
Fachruddin, L., 2000. Budidaya kacang-kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fitriaji, N. H. 2009. Pertumbuhan akar. http://hijauque.wordpress.com/2009 /01/03/perkembangan–akar/. (diakses pada tanggal 4 Januari 2014)
Hasanah, M., D. Rusmin. 2006. Teknologi pengelolaan benih  beberapa  tanaman  obat  di  Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 (2): 68 – 73. 
Imam, 2012. Mengenal serat kapas. http://smk3ae.wordpress.com/mengenal-serat-kapas-cotton-fibre. Diakses pada tanggal 3 Januari 2014.
Irwan, A.W., 2006. Budidaya tanaman kedelai. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Irawati, M., A.W. Gunawan, dan O.S. Dharmaputra., 1999. Jurnal Mikrohiologi Indonesia, Februari 1999, hIm. 27-29 ISSN 0853-358X Vol. 4, No. I Laboratorium Mikologi, Jurusun Biologi FMIPA IPB, Bogor 16144.
Kurnianti, Novik., 2012. Hormon Tumbuhan Atau ZPT (Zat Pengatur Tumbuh). Diakses dari http://www.tanijogonegoro.com/hormon-tumbuhan-atau-zpt-zat-pengatur.html pada tanggal 26 oktober 2013.
Kusumo, S., 1984. Zat pengatur tumbuh. Trubus No. 355. Hal. 23. Jakarta.
Lestari, E.G., R. Purnamaningsih, dan S. Hutami.  1999. Perbanyakan tanaman tangguh melalui kultur  in vitro. hlm. 287−294. Dalam 25 Tahun Badan Litbang Pertanian. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Bioteknologi Pertanian, 31 Agustus−1 September 1999. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.  
Manwan dan Sumarno. 1991. Kebijakan penelitian bagi pengembangan produksi kedelai. Seminar dan Workshop Pengembangan Produksi Kedelai. Badan Penelitian Tanaman Pangan. Bogor
Matsumoto, T., Y. Yamamoto and M. Yatazawa, 1975.  Role of root nodules in the nitrogen nutrition of soybean. J. Sci. Soil Manure 46: 471-477.
Naiola B. Paul dan N. Nurhidayat. 2009. biologi biji gewang (Corypha utan Lamarck): kandungan keragaman embrio, kimia dan peranan mikroba dalam proses perkecambahan biji. http://isjd.pdii.lipi.go.id/716 kb (diakses 3 Januari 2014)
Nugraha,  U.S.,  Rasam,  S.  Wahyuni.,  2003.  Evaluasi metoda  pengujian  daya  berkecambah  benih  padi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22  (02): 66 – 68.
Nurdin, 2013. Respon Pertumbuhan Embrio Muda Kedelai (Glycine max (L.) Merill) Secara In Vitro Pada Variasi Umur Polong Dan Letak Biji. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari
Purnawati, E., dan JR. Hidajat, 1994. Karakterisasi Plasma nutfah Kedelai. Dalam Koleksi dan Karakterisasi Plasma nutfah Pertanian. Balitbangtan.
Puspitasari, Anggari C., 2008. Pengaruh komposisi media dan macam zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman Anthurium hookeri. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Roumet, P. and F. Morin, 1997. Germination of immature soybean seeds to shorten reproductive cycle duration. Crop Sci. 37, 521-525.
Sadjad, S., 1993. Dari benih kepada benih. Grasindo. Jakarta. 152 hal. 
Sadjad, S. 1999. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Saleh, M.S., 2010. Perkecambahan benih aren dalam kondisi terang dan gelap pada berbagai konsentrasi GA3. Jurnal Agrivigor 10(1): 18-25, September-Desember 2010; ISSN 1412-2286. Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Tondo. Palu.
Salisbury, F.R. dan C.W. Ross. 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknologi Bandung. Bandung
Sandra, E., 2003. Kultur jaringan angrek Skala Rumah Tangga. Agromedia Pustaka Jakarta.
Sari, C. 1997. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Aplikasi Asam Gibberellat (GA3) Terhadap Pembungaan dan Hasil Tanaman Tomat (Lypopersicum  esculentum Mill.). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.  Surakarta.
Schmidt, 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Hujan Tropis dan subtropis (terjemahan) Dr. Muhammad Na’iem dkk. Bandung. http:/Indonesia forest.webs.com_an.pdf (Akses 30 September 2013)
Siagian, P., 2011. Makalah Fisiologi Tumbuhan “Hormon dan Zat Pengatur Tumbuhan (ZPT) ”. Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
Srilestari, R., 2005.   embrio somatik kacang tanah pada berbagai macam vitamin dan sukrosa. Ilmu Pertanian. 12(1):43-50.
Suara pembaruan.com, 2012. Kedelai Sumber Protein yang Murah. (Akses tanggal 28 maret 2013)
Sumiasri, N., D.Priadi, dan I.N.K., Kabinawa, 2010. Pengaruh Berbagai Konsentrasi  Zat Pengatur Tumbuh Sakawa Terhadap Perkecambahan Biji Dan Pertumbuhan Semai Lerak (Sapindus rarak Dc) Pada Media Kompos. Pusat Penelitian Bioteknologi –LIPI. Bogor.
Suprapto, H. 1998. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryanto, A., dan W. S. Dwi. 2012. Modul praktikum dasar budidaya tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih.  Raja Grafindo Persada.  Jakarta.
Syafi’i, Muhtar. 2005. Pengaruh  konsentrasi  dan  waktu  pemberian  gibberellin  (GA3) terhadap  pertumbuhan  dan  hasil  tanaman melon  (Cucumis melo L.) dengan sistem tanam hidroponik irigasi tetes. Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Syafrudin, Ilyas. 2005. Kultur embrio sebagai embrio resque pada tanaman kedelai (Glycine max (L) merr). Jurnal komunikasi penelitian Vol. 17 (6) 2005.
Wattimena, G.A., 1992. Bioteknologi tanaman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, PAU Bioteknologi IPB. 71 hlm.
Wijayanto, T., G.R. Sadimantara, dan D. Erawan, 2012. Kemajuan pengembangan teknik immature embryo culture tanaman kedelai (Glycine max L.).  Agriplus 22 (03): 189-195.
Zulkarnain, 2009. Kultur jaringan tanaman solusi perbanyakan tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.