PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BENIH MUDA
KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) PADA BERBAGAI KOMBINASI KONSENTRASI
ZAT PENGATUR TUMBUH
KARYA ILMIAH
Oleh:
MUBAYYINUL HAQ
NIM. D1B1 09 037
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2014
Perkecambahan Dan Pertumbuhan Benih Muda
Kedelai (Glycine
max (L.) Merill) Pada Berbagai Kombinasi
Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh
Germination And Growth of Immature Seeds of Soybean (Glycine max
(L.) Merill) Under Different Concentration
of Plant Growth Hormones
Oleh:
MUBAYYINUL HAQ
NIM. D1B1 09 037
Menyetujui
;
Pembimbing I Pembimbing
II
Dr. Ir. Teguh Wijayanto, M.Sc Dr. Ir. Norma Arif,
M.P
NIP. 19690203 199303 1 003 NIP. 19631118 200112 2 002
Perkecambahan Dan Pertumbuhan Benih Muda Kedelai (Glycine
max (L.) Merill) Pada Berbagai Kombinasi Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh
Germination And Growth of Immature Seeds of Soybean (Glycine max
(L.) Merill) Under Different
Concentration of Plant Growth Hormones
Mubayyinul Haq1, Teguh Wijayanto2, Norma Arif2
1. Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
2. Dosen Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
ABSTRAK
MUBAYYINUL HAQ (D1B1 09 037). Perkecambahan dan pertumbuhan benih muda kedelai (Glycine
max (L.) Merill) pada berbagai kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh
(dibimbing oleh TEGUH WIJAYANTO sebagai
pembimbing I dan NORMA ARIF sebagai
pembimbing II).
Program
pemuliaan tanaman dalam menghasilkan benih kedelai unggul terkendala pada
lamanya fase generatif tanaman kedelai. Salah satu solusinya yakni dengan
memperpendek siklus pemuliaan kedelai dengan cara menumbuhkan benih kedelai
yang masih muda.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi unit In Vitro pada bulan Oktober 2013 hingga
Januari 2014. Tujuan penelitian yakni, untuk mendapatkan kombinasi konsentrasi
ZPT terbaik. Percobaan ini menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT (H)
terdiri dari 12 taraf yaitu Tanpa ZPT (H0), GA3 1 ppm (H1), BA 0,5 ppm (H2), BA
0,5 ppm + GA3 1 ppm (H3), IBA 0,5 ppm (H4), IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5), IBA
0,5 ppm + BA 0,5 ppm (H6), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H7), IBA 1 ppm
(H8), IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm (H10), IBA 1 ppm + BA
0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11). Setiap percobaan diulang sebanyak 3 kali. Data hasil
pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji
DMRT α = 0,05.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh
tidak nyata terhadap variabel daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor,
dan jumlah daun namun berpengaruh sangat nyata terhadap panjang hipokotil dan
tinggi bibit. Perlakuan terbaik untuk variabel daya berkecambah, kecepatan
tumbuh, indeks vigor, tinggi bibit dan jumlah daun bibit yakni H5. Perlakuan
terbaik untuk variabel panjang hipokotil yakni H6.
Kata kunci: siklus pemuliaan, benih muda kedelai, ZPT.
ABSTRACT
MUBAYYINUL HAQ (D1B1 09 037). Germination And Growth of
Immature Seeds of Soybean (Glycine max (L.) Merill) under Different
Concentration of Plant Growth Hormones (under supervision of TEGUH WIJAYANTO as supervisior and NORMA ARIF as co-supervisior).
Soybean
breeding programs to produce superior seeds have been hindered by a lengthy
period of generative phase. One of the alternative solutions for the problem is
by shortening the breeding cycle of soybean through growing immature seeds.
This
research was carried out from November 2013 to January 2014. The objectives of
the research were to find the best concentration of plant growth hormone. The
Experiment used completely randomized design with treatment of plant growth
hormone concentration (H), consisted of 12 levels: without ZPT (H0), GA3 1 ppm
(H1), BA 0,5 ppm (H2), BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H3), IBA 0,5 ppm (H4), IBA 0,5
ppm + GA3 1 ppm (H5), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm (H6), IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm +
GA3 1 ppm (H7), IBA 1 ppm (H8), IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9), IBA 1 ppm + BA 0,5
ppm (H10), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11). Each treatment level was
repeated 3 times. The experiment data were analyzed using analysis of variance
method and followed by Duncan Multiple Range Test at α = 0,05.
The
research results showed that the treatment of hormone consentration had no
significant effect on germination rate, growth rate, vigor index and leaf
number, but had significant effect on hypocotile length and seedling height.
The best treatment for germination rate, growth rate, vigor index, seedling
height and leaf number was H5. The best treatment for hypocotile length was H6.
Keywords: breeding cycle,
immature seed of soybean and plant growth hormone
PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max (L) Merril)
merupakan komoditas pertanian yang sangat penting, karena memiliki multi guna.
Kedelai digunakan sebagai bahan baku agroindustri seperti tempe, tahu, tauco,
kecap, susu kedelai dan untuk keperluan industri pakan ternak.
Produksi
kedelai di Indonesia terus mengalami penurunan hingga saat ini. Tercatat tahun
1992 produksi kedelai mencapai 1.869.713 ton, jumlah itu terus mengalami
penurunan hingga tahun 2011 yang hanya sebesar 851.286 ton dan tahun 2012 hanya
sebesar 779.741 ton (Suara Pembaruan, 2012). Untuk mengatasi permasalahan
tersebut maka perlu dilakukan perbaikan terhadap tanaman kedelai Indonesia baik
secara kuantitas maupun kualitas.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh para pemulia tanaman untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menghasilkan benih-benih unggul.
Namun, dalam menghasilkan benih-benih unggul para pemulia dihadapkan pada
beberapa permasalahan, yang salah satunya adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk periode perbanyakan atau siklus pemuliaan berikutnya. Siklus reproduktif tanaman kedelai membutuhkan waktu lebih dari 50% dari
keseluruhan siklus hidup tanaman (Roumet and Morin, 1997). Hal
ini dikarenakan lamanya periode pematangan (fase generatif) pada benih yakni,
mulai berbunga rata-rata umur 35 hari dan baru matang rata-rata umur 90 hari,
sehingga dengan kata lain fase generatifnya sekitar 55 hari (Purnawati dan
Hidajat, 1994).
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan
fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum
memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna
(Sutopo, 2002). Untuk itu, diperlukan suatu metode untuk mengecambahkan benih
kedelai yang masih muda. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian zat pengatur tumbuh yang pada komposisi tertentu diharapkan mampu
mempercepat perkecambahan benih dari banyak jenis
tumbuhan (Dwidjoseputro, 1992).
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui kombinasi konsentrasi ZPT
yang terbaik untuk meng perkecambahan
dan pertumbuhan benih muda kedelai.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan
di Laboratorium Agroteknologi unit In
Vitro Fakultas Pertanian dari bulan November 2013 hingga Januari 2014.
Bahan yang digunakan adalah benih muda kedelai varietas Argomulyo
(umur 21 hari setelah berbunga), aquades, tisu, spiritus, alkohol, kapas, IBA,
BA, GA3, sekam padi, pupuk kandang, pupuk NPK, sodium hypoclorite 2.5%, Tween
20, dan parafilm.
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, petri dish, pinset,
pisau, mistar, mikro pipet, alat tulis, autoclave, laminar air
flow cabinet, kulkas, timbangan analitik, gelas kimia, botol schoot dan
Erlenmeyer.
Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
perlakuan penggunaan kombinasi konsentrasi ZPT (H) yang terdiri atas 12 taraf
perlakuan zat pengatur tumbuh yakni sebagai berikut:
1.
Tanpa ZPT (H0)
2.
GA3 1 ppm (H1)
3.
BA 0,5 ppm (H2)
4.
BA 0,5 ppm +
GA3 1 ppm (H3)
5.
IBA 0,5 ppm
(H4)
6.
IBA 0,5 ppm +
GA3 1 ppm (H5)
7.
IBA 0,5 ppm +
BA 0,5 ppm (H6)
8.
IBA 0,5 ppm +
BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H7)
9.
IBA 1 ppm (H8)
10.
IBA 1 ppm + GA3
1 ppm (H9)
11.
IBA 1 ppm + BA
0,5 ppm (H10)
12.
IBA 1 ppm + BA
0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11)
Setiap
percobaan masing-masing diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan 36 unit percobaan dimana setiap
unit percobaan cawan petri ditanami 5 benih muda
kedelai.
Variabel yang diamati yaitu, daya berkecambah (%), indeks vigor (%),
kecepatan tumbuh (%/hari), panjang hipokotil (cm), keberhasilan bibit hidup
(%), tinggi bibit (cm), dan jumlah daun (helai).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Sidik ragam direkapitulasi pada tabel 1
menunjukkan adanya pengaruh kombinasi
konsentrasi ZPT terhadap perkecambahan dan pertumbuhan benih muda
kedelai (Glycine max (L.) Merill).
Tabel
1. Rekapitulasi hasil sidik ragam perkecambahan benih muda dan
pertumbuhan bibit kedelai pada
berbagai kombinasi konsentrasi ZPT
No.
|
Variabel Pengamatan
|
ZPT (H)
|
|
1.
|
Daya berkecambah (DB)
|
tn
|
2.
|
Indeks vigor (IV)
|
tn
|
3.
|
Kecepatan tumbuh (kcT)
|
tn
|
4.
|
Panjang hipokotil
|
**
|
5.
|
Keberhasilan bibit
hidup
|
|
|
1 MSA
|
**
|
|
2 MSA
|
tn
|
6.
|
Tinggi bibit
|
|
|
1 MSA
|
**
|
|
2 MSA
|
*
|
7.
|
Jumlah daun bibit
|
|
|
1 MSA
|
tn
|
|
2 MSA
|
*
|
Ket: ** = berpengaruh sangat nyata
* =
berpengaruh nyata
tn = berpengaruh
tidak nyata
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
ZPT berpengaruh sangat nyata hanya pada variabel pengamatan panjang hipokotil,
keberhasilan bibit hidup dan tinggi bibit umur 1 MSA serta berpengaruh nyata
terhadap dan tinggi bibit dan jumlah daun umur 2 MSA.
1. Pengamatan Perkecambahan Benih Muda
a.
Daya Berkecambah (DB)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi
konsentrasi ZPT berpengaruh tidak nyata. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap daya berkecambah benih muda kedelai dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata persentase daya berkecambah
benih muda kedelai pada perlakuan ZPT meningkatkan rata-rata
persentase daya berkecambah sebesar 52,50% dibandingkan dengan kontrol yang hanya
51,11%. Persentase daya berkecambah tertinggi diperoleh pada kombinasi
konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan nilai 86,67
Tabel 2. Nilai rata-rata daya berkecambah benih muda kedelai (DB)
pada berbagai kombinasi konsentrasi
ZPT (%)
Perlakuan
|
|
DMRT 0,05
|
H0
|
53,33 cde
|
2=12,17
|
H1
|
64,44 bc
|
3=12,80
|
H2
|
62,22 bcd
|
4=13,21
|
H3
|
64,44 bc
|
5=13,51
|
H4
|
73,33 b
|
6=13,74
|
H5
|
86,67 a
|
7=13,92
|
H6
|
68,89 b
|
8=14,07
|
H7
|
44,44 e
|
9=14,20
|
H8
|
48,89 de
|
10=14,30
|
H9
|
60,00 bcd
|
11=14,39
|
H10
|
62,22 bcd
|
12=14,47
|
H11
|
42,22 e
|
|
Rerata
|
60,93
|
|
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama (abcde) berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
Daya berkecambah terendah pada perlakuan
kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H7) dan IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1
ppm (H11).
b. Indeks Vigor (IV)
Hasil analisis ragam menunjukkan kombinasi
konsentrasi ZPT berpengaruh
tidak nyata terhadap indeks vigor benih muda kedelai. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap indeks vigor benih muda kedelai dapat
dilihat pada tabel 3.
Dari tabel 3 terlihat bahwa pemberian perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT juga meningkatkan rata-rata persentase indeks vigor sebanyak
43,06% dibandingkan dengan kontrol yang hanya 41,11%. Persentase indeks vigor
benih muda tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5
ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan nilai rata-rata indeks vigor 80%.
Persentase indeks vigor terendah pada
perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT BA 1 ppm (H8) dan kombinasi konsentrasi ZPT
IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H11) dengan nilai indeks vigor hanya 26,67%
dan 28,89%.
Tabel 3. Nilai rata-rata indeks vigor benih muda kedelai (IV) pada
berbagai kombinasi konsentrasi ZPT (%)
Perlakuan
|
DMRT 0,05
|
H0
|
44,45 cd
|
2=15,57
|
H1
|
51,11 bc
|
3=15,85
|
H2
|
62,22 b
|
4=16,36
|
H3
|
51,11 bc
|
5=16,73
|
H4
|
64,44 ab
|
6=17,52
|
H5
|
80,00 a
|
7=17,24
|
H6
|
53,33 bc
|
8=17,43
|
H7
|
44,44 cd
|
9=17,58
|
H8
|
26,67 d
|
10=17,71
|
H9
|
51,11 bc
|
11=17,82
|
H10
|
51,11 bc
|
12=1792
|
H11
|
28,89 d
|
|
Rerata
|
50,74
|
|
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama (abcd) berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
c. Kecepatan Tumbuh (KcT)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh
tidak nyata terhadap kecepatan tumbuh benih muda kedelai. Pengaruh
kombinasi konsentrasi ZPT terhadap kecepatan tumbuh benih muda kedelai
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh
benih muda rata-rata pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT meningkatkan
rata-rata persentase kecepatan tumbuh sebanyak 7,50%/hari dibandingkan dengan
kontrol yang hanya 7,30%/hari.
Persentase kecepatan tumbuh benih muda
tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3
1 ppm (H5) dengan nilai 12,39%/hari
Persentase kecepatan tumbuh benih muda
terendah pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm +
GA3 1 ppm (H7), IBA 1 ppm (H8), IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm + GA3 1 ppm dan tanpa
ZPT (kontrol).
Tabel 4. Nilai rata-rata kecepatan tumbuh benih muda kedelai (KcT)
pada berbagai kombinasi konsentrasi
ZPT (%/hari)
Perlakuan
|
DMRT 0,05
|
H0
|
7,62 c
|
2=1,74
|
H1
|
9,21 bc
|
3=1,83
|
H2
|
8,89 bc
|
4=1,89
|
H3
|
9,21 bc
|
5=1,93
|
H4
|
10,48 b
|
6=1,46
|
H5
|
12,39 a
|
7=1,99
|
H6
|
9,84 b
|
8=2,01
|
H7
|
6,35 c
|
9=2,03
|
H8
|
6,99 c
|
10=2,04
|
H9
|
8,57 bc
|
11=2,06
|
H10
|
8,89 bc
|
12=2,07
|
H11
|
6,03 c
|
|
Rerata
|
8,70
|
|
Keterangan :
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama (abc)
berbeda tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%.
d. Panjang Hipokotil
Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh
sangat nyata terhadap variabel panjang hipokotil. Pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT terhadap panjang hipokotil dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan ZPT meningkatkan
rata-rata panjang hipokotil sebanyak 2,51 cm dibandingkan dengan kontrol yang
hanya 1,56 cm. Rata-rata panjang hipokotil benih muda terpanjang pada perlakuan
kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + BA 0,5 ppm (H6) dengan nilai 2,92 cm,
Nilai rata-rata panjang hipokotil benih muda terendah pada kombinasi konsentrasi ZPT IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9).
Tabel 5. Nilai
rata-rata panjang hipokotil benih muda kedelai pada berbagai kombinasi konsentrasi ZPT (cm)
Perlakuan
|
DMRT 0,05
|
H0
|
3,99 bc
|
2=0,401
|
H1
|
3,67 bc
|
3=0,422
|
H2
|
3,30 c
|
4=0,436
|
H3
|
4,09 bc
|
5=0,446
|
H4
|
5,31 b
|
6=0,453
|
H5
|
6,37 ab
|
7=0,459
|
H6
|
8,56 a
|
8=0,464
|
H7
|
6,01 ab
|
9=0,468
|
H8
|
2,77 c
|
10=0,472
|
H9
|
1,53 d
|
11=0,475
|
H10
|
6,46 ab
|
12=0,477
|
H11
|
2,90 c
|
|
Rerata
|
2,20
|
|
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh
huruf yang sama pada kolom yang sama (abcd) berbeda tidak nyata pada taraf
kepercayaan 95%. Data merupakan hasil transformasi akar kuadrat
.
2. Pengamatan Pertumbuhan Bibit
a. Aklimatisasi
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan
awal kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata pada pengamatan umur
1 MSA terhadap persentase keberhasilan aklimatisasi namun berpengaruh tidak
nyata pada pengamatan 2 MSA. Pengaruh kombinasi konsentrasi
ZPT terhadap persentase
aklimatisasi bibit kedelai dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram kurva
persentase jumlah bibit hidup pada tahap aklimatisasi
Berdasarkan
gambar 1 terlihat bahwa rata-rata persentase keberhasilan aklimatisasi pada
pengamatan 1 MSA tampak bahwa perlakuan awal kombinasi konsentrasi ZPT nilai
rata-rata persentase keberhasilan aklimatisasi pada pengamatan 1 MSA yakni sebesar 3,43%. dipengamatan 2 MSA terjadi penurunan nilai rata-rata
persentase keberhasilan aklimatisasi menjadi 2,57%. Data rata-rata persentase
bibit kedelai yang hidup hingga pada umur 2 MSA dengan nilai tertinggi tampak
pada perlakuan IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5).
Nilai rata-rata persentase bibit kedelai yang hidup terendah hingga 2 MSA
terdapat pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 1 ppm + GA3 1 ppm (H9)
dengan nilai 1,71% sedangkan perlakuan H0, H7, H10 dan H11 seluruh bibitnya
mengalami kematian.
b. Tinggi Bibit
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan awal
kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bibit
kedelai pada tahap aklimatisasi pada medium tanam sekam padi. Pengaruh
kombinasi konsentrasi ZPT terhadap tinggi bibit kedelai dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan
rata-rata tinggi bibit dimana pada pengamatan 1 MSA tampak bahwa perlakuan awal
media tanam dan kombinasi konsentrasi ZPT nilai rata-rata tinggi bibitnya
sebesar 3,67 cm. Namun pada pengamatan 2 MSA terjadi penurunan nilai rata-rata
tinggi bibit menjadi 1,63 cm.
Gambar 2. Diagram kurva
rata-rata tinggi bibit pada tahap aklimatisasi
Pemberian perlakuan ZPT meningkatkan rata-rata tinggi bibit pada
pengamatan 1 MSA sebanyak 6,56 cm dibandingkan dengan kontrol yang hanya 1,56
cm namun pada 2 MSA mengalami penurunan rata-rata hingga 2,14 cm. Data
rata-rata tinggi bibit kedelai dengan nilai tertinggi hingga pengamataan 2 MSA
pada perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan
nilai rata-rata 2,84 cm. Nilai rata-rata tinggi bibit kedelai terendah hingga
pada 2 MSA tampak pada perlakuan H4, H9, H0, H1, H2, H5, dan H10, dengan nilai
rata-rata hanya 0,73 cm, 1,14 cm, 1,12 cm, 1,05 cm, 0,90 cm, dan 0,89 cm.
c. Jumlah Daun
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan awal kombinasi
konsentrasi ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun bibit
kedelai. Pengaruh kombinasi
konsentrasi ZPT terhadap jumlah
daun bibit kedelai dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan
rata-rata jumlah daun bibit dimana pada pengamatan 1 MSA tampak bahwa perlakuan kombinasi
konsentrasi ZPT nilai rata-rata jumlah daun bibitnya sebesar yakni 0,84 helai
namun mengalami penurunan nilai rata-rata jumlah daun bibit pada pengamatan 2 MSA menjadi 0,82 helai.
Gambar 3. Diagram kurva
rata-rata jumlah daun bibit pada tahap aklimatisasi
Data rata-rata jumlah daun bibit kedelai
dengan nilai tertinggi hingga pengamatan 2 MSA pada kombinasi konsentrasi ZPT
IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5). Pada pengamatan 2 MSA seluruh bibit pada
perlakuan H3, H4, H6, H7, H8, H9, H11, H1, H2, H5, H7, H8, dan H10 sudah tidak
memiliki daun dan bahkan mengalami kematian.
B. Pembahasan
Hasil pengamatan
pada tabel 2, 3 dan 4 menunjukkan bahwa dengan perlakuan kombinasi konsentrasi
ZPT selain terjadi peningkatan daya kecambah juga terjadi percepatan waktu
kecambah dan persentase indeks vigor benih meningkat. Daya
berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KcT), dan indeks vigor (IV) tertinggi
masing masing diperoleh pada kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm
(H5).
Benih yang dikecambahkan pada media kapas menunjukkan jumlah
kecambah normal yang banyak hal tersebut disebabkan karena kapas yang dijadikan
medium tanam mengandung serat yang sebagian besar tersusun atas selulosa
sehingga sifat-sifat kimia kapas sama dengan sifat kimia selulosa. Kekuatan
serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa dalam serat. Serat kapas
memiliki sifat yang lentur, lembut, serta mudah menyerap dan menyimpan air
(Imam, 2012). Diduga sifat serat kapaslah yang menyebabkan benih kedelai yang
dapat tumbuh lebih merata. Adanya air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim
perkecambahan awal. Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara
giberelin meningkat (Naiola B. Paul dan N. Nurhidayat, 2009), Secara sinergis,
pengaktifan giberelin pada suatu jaringan juga diiringi oleh aktifnya auksin
dan sitokinin. Keberadaan auksin pada sel menyebabkan semakin meningkatnya
permeabilitas sel terhadap air sehingga tekanan dinding sel menurun dimana hal
tersebut menyebabkan dinding sel melunak yang ditandai dengan pecahnya kulit
benih sehingga air dapat masuk kedalam sel yang menyebabkan bertambahnya volume
sel, yang menyebabkan terjadinya proses perkecambahan (Paramartha, 2012).
Nilai indeks vigor dan kecepatan tumbuh benih yang tinggi
mengindikasikan waktu yang diperlukan benih untuk tumbuh serempak selama proses
perkecambahan. Semakin cepat waktu yang
dibutuhkan maka kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa semakin baik sehingga dapat
diduga potensi hasil yang akan diperoleh juga lebih tinggi (Andhy dkk,
2011).
Selain itu adanya pemberian ZPT yang dalam kadar sangat kecil dapat
mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan
(taksis) tumbuhan. ZPT sangat besar peranannya di dalam mengarahkan pertumbuhan
sel tanaman. Kombinasi zat pengatur tumbuh dengan kombinasi konsentrasi yang
tepat akan menghasilkan pertumbuhan sel yang optimal (Wattimena, 1992).
Pemberian berbagai kombinasi konsentrasi ZPT memberikan pengaruh
yang tidak nyata diduga terjadi karena pemberian kombinasi konsentrasi ZPT yang
kurang tepat dimana jumlah kombinasi konsentrasi ZPT yang diberikan masih belum
optimal untuk memacu perkecambahan pada benih yang masih muda. Diduga hal ini
disebabkan karena ZPT endogen yang terdapat pada benih yang masih muda masih
sangat sedikit, sehingga memerlukan input ZPT eksogen yang lebih banyak
dibanding benih yang sudah matang secara fisiologis.
Pada variabel pengamatan panjang hipokotil terhadap perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT dimana
perlakuan kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap panjang
hipokotil. Hal ini mengindikasikan bahwa ZPT mempunyai peran dalam memacu
pertumbuhan hipokotil.
Pemberian ZPT akan mengalami pertumbuhan awal yang kondisi embrio
didalamnya membutuhkan enzim yang diaktivasi oleh giberelin didalam benih
tersebut. Aktifnya giberelin pada biji juga diikuti oleh aktinya auksin dan
sitokinin, aktivitas tersebut menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel
(Salisbury dan Ross, 1995). Semetara itu sitokinin memacu pembelahan sel benih
dimana ketika rasio antara auksin dan sitokinin cenderung akan tumbuh sel-sel
meristem yang terus membelah dan berkembang membentuk organ tumbuh (Campbell,
2002). Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata nilai panjang hipokotil tertinggi
terdapat pada perlakuan H9 dan H6 yang dimana kedua perlakuan ini mendapat
auksin yang berfungsi untuk pemanjangan sel (Ilyas, 2005), sehingga menyebabkan
hipokotil tumbuh menjadi lebih panjang.
Gambar 1 menunjukkan dinamika persentase
jumlah bibit yang hidup pada tahap aklimatisasi pada tiap umur pengamatan.
Berdasarkan grafik diatas nampak bahwa jumlah bibit yang hidup pada umur 1 MSA
tertinggi terdapat pada perlakuan H2, H7, H4, H5, H3 dan H4 namun jumlah
tersebut mengalami penurunan pada umur 2 MSA, sedangkan grafik perlakuan H0
mengalami penurunan jumlah bibit yang hidup hingga pada umur pengamatan 2 MSA
seluruh bibitnya mengalami kematian. Adapun perlakuan H7, H10 dan H11 seluruh bibitnya mengalami
kematian sejak umur pengamatan 1 MSA. Hal tersebut menandakan bahwa sulitnya benih yang masih belum matang secara fisiologis untuk dapat
tumbuh. Hal tersebut diduga disebabkan karena perbedaan ukuran bibit
dimana bibit yang besar berpeluang
tumbuh dengan baik dan sehat
(Damayanti dkk., 2007). Faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan
aklimatisasi adalah perakaran. Akar yang makin banyak dan panjang akan
meningkatkan bidang serapan hara (Lestari dkk., 1999). Jangkauan akar
yang luas dapat memenuhi kebutuhan air secara cepat sebagai salah satu faktor
yang sangat menentukan keberhasilan aklimatisasi adalah perakaran. Akar yang
makin banyak dan panjang akan meningkatkan bidang serapan hara (Lestari dkk.,
1999).
Data pengamatan menunjukkan rata-rata jumlah
tanaman yang hidup pada tahap aklimatisasi, dimana tanaman yang masih hidup
hingga memasuki fase generatif pada umur 5 MSA hanya tanaman dari perlakuan
M1H2 dan M1H5 yakni mulai fase pembungaan hingga menghasilkan polong dengan
jumlah hanya 3 buah pertanaman. Diduga penyebab terjadinya hal
tersebut adalah lamanya transplanting kemedia aklimatisasi dan adanya perbedaan
sumber polong dimana polong yang duluan terbentuk benihnya lebih matang
dibanding yang tumbuh setelahnya. Hal ini menandakan bahwa hasil yang dicapai
belum memenuhi harapan.
Gambar 2 menunjukkan adanya respon variabel
tinggi bibit dengan nilai tertinggi terhadap perlakuan kombinasi konsentrasi
ZPT yakni pada perlakuan ZPT IBA 0,5 + GA3 1 ppm (H5) dengan tinggi rata-rata 10,66 cm. Hal ini diduga disebabkan karena
respon yang baik dari kombinasi ZPT auksin dan giberelin dimana auksin dapat
merangsang pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel sehingga memacu
bertambahnya tinggi tanaman, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Umi
(2013), yang menunjukkan bahwa auksin berpengaruh terhadap pertumbuhan batang
dan akar tanaman kacang kapri. Kecambah yang diberi perlakuan auksin
menunjukkan pertambahan tinggi yang lebih besar dari tanaman kontrol. Tempat
sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung.
Auksin yang diproduksi di tunas ujung tersebut diangkut ke bagian bawah dan
berfungsi mendorong pemanjangan sel batang. Penambahan giberelin juga berfungsi
meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan giberelin merangsang
pertumbuhan batang tanaman. Sesuai dengan pernyataan Prawiranata, dkk.
(1981) dalam Puspitasari (2008), GA3 termasuk dalam kelompok giberelin
yang berfungsi dalam memacu pertumbuhan batang, meningkatkan pembesaran dan
perbanyakan sel pada tanaman, sehingga
tanaman dapat mencapai tinggi yang maksimal. Dengan perlakuan GA3, maka
pertumbuhan tinggi tanaman A.hookeri menjadi lebih cepat.
Pada variabel jumlah daun sebagaimana yang tampak pada gambar 5
menunjukkan bahwa respon tertinggi yang diberikan terhadap variabel rata-rata jumlah daun terdapat pada perlakuan
kombinasi konsentrasi ZPT IBA 0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5) dengan
rata-rata jumlah daun 1,14, hal ini diduga terjadi karena ZPT
BA dapat memacu terjadinya proses fotosintesis
karena pengaruhnya dalam memacu peningkatan produksi klorofil. Dengan
peningkatan produksi klorofil akan mengakibatkan proses fotosintesis juga
meningkat sehingga akan terbentuk senyawa organik seperti karbohidrat untuk
proses pembentukan daun (Puspitasari, 2008).
Menurut Prawiranata dkk (1981) dalam Puspitasari
(2008), sitokinin mampu merangsang terjadinya proses sitokinesis pada sel dan
mempunyai peranan dalam sintesis protein. Sitokinin mempunyai hubungan dengan
adenin yaitu basa purin yang terdapat pada DNA dan RNA. Sitokinin juga dapat
mencegah timbulnya daun yang menguning pada waktu daun menua. Daun yang tua
akan menjadi menguning karena perombakan
klorofil, tetapi sitokinin mampu mengaktifkan sejumlah proses metabolisme pada tempat yang diberi
perlakuan dan mencegah terombaknya klorofil.
ZPT dalam mempengaruhi proses perkecambahan dan pertumbuhan tidak
bekerja sendiri-sendiri, pada umumnya keseimbangan kombinasi konsentrasi dari
beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol proses tersebut (Siagian, 2011). Hal
inilah yang diduga menyebabkan berbagai perbedaan respon perkecambahan dan
pertumbuhan benih muda kedelai terhadap kombinasi beberapa ZPT.
KESIMPULAN
Berdasarkan
data dan uraian pada hasil dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: kombinasi konsentrasi ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap
pengamatan
daya berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, tinggi bibit dan persentase
keberhasilan aklimatisasi, dengan perlakuan terbaik yakni IBA
0,5 ppm + GA3 1 ppm (H5).
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto,
2008. Budidaya kedelai Tropika “Upaya
Peningkatan Produksi dan Produktifitas dengan Menggunakan Varietas Unggul serta
Waktu dan Lokasi yang Tepat”.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Andhy, T. C., A. Purwantoro, dan P. Yudono, 2011. Studi aspek
fisiologis dan biokimia perkecambahan benih jagung (Zea mays L.) Pada
umur penyimpanan benih yang berbeda. Fakultas Teknik Pertanian Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta
Asadi, DM. Arsyad, H. Zahara, dan Darmijati, 2008. Pemuliaan Kedelai untuk Toleran
Naungan dan Tumpangsari. BULETIN AgroBio, Volume 1 Nomor 2.
Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura. 2004. Pengujian Mutu Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. 255 Hal.
Cahyadi , W.,
2007. Kedelai (Khasiat dan teknologi).
Bumi Aksara. Jakarta.
Campbell, Neil
A. 2002. Biologi Jilid 2. Erlangga : Jakarta
Chang, S.T.
1982b. Cultivation of Volvariella mushroom in SoutheastAsia, him. 221-256. Di
dalam ST. Chang & T.H. Quinio ed., Tropical Mushroom. Hongkong: The
Chinese University Prass.
Croser, J.,
M.C. Castello dan K. Edwards, 2010. Lupin immature seed culture for generation
acceleration. CLIMA report.
Damayanti, D.,
Sudarsono, I. Mariska, dan M. Herman. 2007. Regenerasi pepaya melalui
kultur in vitro. J. AgroBiogen
3(2): 49−54.
Darsan,
Stefany. 2013. Peningkatan Viabilitas Dan Vigor Benih Padi Sawah (Oryza Sativa L) Dengan Teknik Biomatriconditioning. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Halu Oleo. Kendari
Dwidjoseputro.
1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta.
Elisa, 2009. Dormansi. Diakses dari http:// www. elisa.ugm.ac.id/files /yeni_wn_ratna/6L4WiASR/IIIdormansi.doc. pada
tanggal 28 Desember 2013.
Fachruddin,
L., 2000. Budidaya kacang-kacangan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fitriaji, N. H. 2009. Pertumbuhan akar. http://hijauque.wordpress.com/2009
/01/03/perkembangan–akar/.
(diakses pada tanggal 4 Januari 2014)
Hasanah, M., D. Rusmin.
2006. Teknologi pengelolaan benih
beberapa tanaman obat
di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian 25 (2): 68 – 73.
Irwan, A.W.,
2006. Budidaya tanaman kedelai. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.
Jatinangor.
Irawati, M., A.W. Gunawan, dan O.S. Dharmaputra.,
1999. Jurnal Mikrohiologi Indonesia, Februari 1999, hIm. 27-29 ISSN
0853-358X Vol. 4, No. I Laboratorium Mikologi, Jurusun Biologi FMIPA IPB, Bogor
16144.
Kusumo, S.,
1984. Zat pengatur tumbuh. Trubus No. 355. Hal. 23. Jakarta.
Lestari, E.G.,
R. Purnamaningsih, dan S. Hutami. 1999.
Perbanyakan tanaman tangguh melalui kultur
in vitro. hlm. 287−294. Dalam 25 Tahun Badan Litbang Pertanian.
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Bioteknologi Pertanian, 31 Agustus−1
September 1999. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Manwan dan
Sumarno. 1991. Kebijakan penelitian bagi pengembangan produksi kedelai. Seminar
dan Workshop Pengembangan Produksi Kedelai. Badan Penelitian Tanaman Pangan.
Bogor
Matsumoto, T.,
Y. Yamamoto and M. Yatazawa, 1975. Role
of root nodules in the nitrogen nutrition of soybean. J. Sci. Soil Manure
46: 471-477.
Naiola B. Paul dan
N. Nurhidayat. 2009. biologi biji gewang (Corypha
utan Lamarck): kandungan keragaman embrio, kimia dan peranan mikroba dalam
proses perkecambahan biji. http://isjd.pdii.lipi.go.id/716 kb (diakses 3 Januari 2014)
Nugraha, U.S.,
Rasam, S. Wahyuni.,
2003. Evaluasi metoda pengujian
daya berkecambah benih
padi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22 (02): 66 – 68.
Nurdin, 2013. Respon Pertumbuhan Embrio Muda Kedelai (Glycine max (L.) Merill) Secara In Vitro Pada Variasi Umur Polong Dan
Letak Biji. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
Kendari
Purnawati, E.,
dan JR. Hidajat, 1994. Karakterisasi Plasma nutfah Kedelai. Dalam Koleksi dan Karakterisasi
Plasma nutfah Pertanian. Balitbangtan.
Puspitasari,
Anggari C., 2008. Pengaruh komposisi media dan macam zat pengatur tumbuh
terhadap pertumbuhan tanaman Anthurium hookeri. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Roumet, P. and
F. Morin, 1997. Germination of immature soybean seeds to shorten reproductive
cycle duration. Crop Sci. 37,
521-525.
Sadjad, S.,
1993. Dari benih kepada benih. Grasindo. Jakarta. 152 hal.
Sadjad, S.
1999. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Saleh, M.S., 2010.
Perkecambahan benih aren dalam kondisi terang dan gelap pada berbagai
konsentrasi GA3. Jurnal Agrivigor 10(1): 18-25, September-Desember 2010;
ISSN 1412-2286. Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Tondo. Palu.
Salisbury,
F.R. dan C.W. Ross. 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknologi
Bandung. Bandung
Sandra, E.,
2003. Kultur jaringan angrek Skala
Rumah Tangga. Agromedia Pustaka Jakarta.
Sari, C. 1997.
Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Aplikasi Asam Gibberellat (GA3) Terhadap
Pembungaan dan Hasil Tanaman Tomat (Lypopersicum esculentum Mill.). Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Schmidt, 2002.
Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Hujan Tropis dan subtropis (terjemahan)
Dr. Muhammad Na’iem dkk. Bandung. http:/Indonesia forest.webs.com_an.pdf
(Akses 30 September 2013)
Siagian, P., 2011. Makalah Fisiologi Tumbuhan “Hormon dan Zat Pengatur Tumbuhan (ZPT) ”. Fakultas Pertanian
Universitas Jambi.
Srilestari, R.,
2005. embrio somatik kacang tanah pada berbagai
macam vitamin dan sukrosa. Ilmu Pertanian. 12(1):43-50.
Suara pembaruan.com, 2012. Kedelai Sumber Protein
yang Murah. (Akses tanggal 28 maret 2013)
Sumiasri, N., D.Priadi, dan I.N.K., Kabinawa, 2010. Pengaruh
Berbagai Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh
Sakawa Terhadap Perkecambahan Biji Dan Pertumbuhan Semai Lerak (Sapindus
rarak Dc) Pada Media Kompos. Pusat Penelitian Bioteknologi –LIPI. Bogor.
Suprapto, H. 1998. Bertanam
kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryanto, A., dan W. S. Dwi. 2012. Modul praktikum dasar budidaya tanaman.
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Sutopo, Lita.
2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Syafi’i, Muhtar. 2005. Pengaruh
konsentrasi dan waktu
pemberian gibberellin (GA3) terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman melon
(Cucumis melo L.) dengan sistem tanam hidroponik irigasi tetes.
Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Syafrudin, Ilyas. 2005. Kultur embrio
sebagai embrio resque pada tanaman kedelai (Glycine max (L)
merr). Jurnal komunikasi penelitian Vol. 17 (6) 2005.
Wattimena, G.A., 1992. Bioteknologi tanaman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, PAU Bioteknologi IPB. 71 hlm.
Wijayanto, T., G.R.
Sadimantara, dan D. Erawan, 2012. Kemajuan pengembangan teknik immature embryo
culture tanaman kedelai (Glycine max
L.). Agriplus
22 (03): 189-195.
Zulkarnain,
2009. Kultur jaringan tanaman solusi perbanyakan tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.